Laman

Sabtu, 28 Maret 2015

My Activities


STUDY KESIAPAN UKM MENGHADAPI MEA
 (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015

Nur Wahyuni,S.Pd,M.Pd


                                ABSTRAK                                

                                                             
Tahun 2015, Indonesia memasuki pasar bebas ASEAN. ASEAN Economic Community adalah merupakan salah satu dari tiga pilar utama dalam ASEAN Community 2015, yang ingin membentuk integrasi ekonomi di kawasan ASEAN Tenggara.
AEC bukan sebuah ancaman bagi pelaku usaha melainkan ajang untuk mengevaluasi kinerja usaha sehingga mampu melakukan perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan.
Pelaku usaha agar meningkatkan daya saing, dengan menyediakan pelayanan berorientasi konsumen, melakukan diversifikasi produk, membangun brand untuk menciptakan persepsi, memperluas pasar dengan membangun jaringan dan berkolaborasi dengan berbagai pihak, serta melakukan investasi teknologi untuk menghemat biaya produksi

MEA 2015 memberikan peluang sekaligus tantangan. Sejauh ini memang sudah ada bantuan dan dukungan pemerintah untuk UKM, namun sifatnya masih sporadis dan belum sepenuhnya terstruktur untuk membina dan melakukan pendampingan dari hulu ke hilir. Mungkin saatnya kini untuk dimulai lebih serius. Sentra-sentra UKM yang pada masa lalu cukup mendapat perhatian, kini perlu dihidupkan di revitalisasi sebagai bagian penguatan UKM. 


Pannenkoeken original from Belanda bisa di jual dengan harga yang murah,kreatifitas resep,modifikasi bahan
faktor paling utama untuk menciptakan suatu ide makanan yang reseprentatif.


Permasalahan Menghadapi MEA
Tingkat daya saing yang belum memuaskan dan iklim investasi yang belum sepenuhnya mendukung kalangan dunia usaha, harus menjadi prioritas masalah yang harus diselesaikan. Juga kesiapan para pelaku usaha di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UKM) termasuk Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang merupakan bagian dari sektor UKM bidang industri, perlu menjadi perhatian serius pemerintah menghadapi persaingan yang ketat dengan pelaku UKM dan IKM di negara-negara ASEAN lainnya.
Permasalahan umum UKM dalam menghadapi MEA, yaitu: (1) persaingan yang makin tajam, termasuk dalam memperoleh sumber daya, (2) menjaga dan meningkatkan daya saing UKM sebagai industri kreatif dan inovatif, (3) meningkatkan standar, desain dan kualitas produk agar sesuai ketentuan ASEAN (Misal ISO-26000), (4) diversifikasi output dan stabilitas pendapatan usaha mikro agar tidak “jatuh” ke kelompok masyarakat miskin, (5) meningkatkan kemampuan UKM agar mampu memanfaatkan fasilitas pembiayaan yang ada, termasuk dalam kerangka kerjasama ASEAN.
Adapun permasalahan khusus yang bersifat sistemik yang menjadi kendala Indonesia maupun UKM dalam menghadapi MEA (Sumber: Warta Ekonomi No. 26 Tahun XXI, 28 Desember 2009-10 Januari 2010 dan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK):
1.      Infrastruktur
a.    Jalan-raya 34.000 km, sebagian besar peninggalan jaman Belanda.
b.    Jalan tol hanya 1,82% dari total jalan raya; pertumbuhan dalam 1 dekade terakhir hanya 3% per tahun.
c.    Neraca listrik PLN defisit 10,95 gigawatt.
d.   Rasio panjang jalan dan jumlah pelabuhan adalah 4,5 ribu km/pelabuhan.
2.      Regulasi
Masih perlu perbaikan pada indikator (1) starting business, (2) dealing with permits, (3) employing workers, (4) registering property, (5) getting credit,(6) protecting investors, (7) paying taxes, (8) trading across borders, (9) Enforcing contracts, (10) closing business.
3.      Konsumerisme
a.    Pertumbuhan ekonomi semakin ditopang oleh konsumsi publik yang secara agregat tidak memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan negara.
b.    Perilaku konsumtif disebabkan oleh tingkat pendidikan rendah, perkembangan IT yang mempengaruhi gaya hidup, iklan yang semakin gencar mendorong kearah konsumsi.
4.      Daya Saing dan Akses Pasar
a.    Berdasarkan laporan Global Competitive Report 2012-2014, Indonesia menempati urutan ke-38 dari 148 negara untuk daya saing industri logistik. Adapun data Bank Dunia menyebutkan Indonesia berada di urutan 59 dari 155 negara pada 2012 dan data Trading Economics pada 2013 menempatkan Indonesia di urutan 61 dari 165 negara.
b.    Kurang paham akan FTAs – implikasi dan manfaatnya.
c.    Aktivitas promosi ekspor terbatas.
d.   Penggunaan e-channel dan e-commerce belum meluas.
e.    Masih ada hambatan non-tarif.
f.     Kurang faham akan fasilitas perdagangan prosedurkepabeanan.
g.    Tidak ada market intelligence di ASEAN dan luarASEAN.
h.    Mahalnya biaya untuk menyesuaikan standar dansertifikasi internasional (seperti: HACCP, GMP, halal, ISO,analisa sertifikasi).
5.      Infrastruktur Teknologi serta Jasa Konsultasi dan informasi
a.    Pertumbuhan jaringan telepon per 1.000 orang dan pemakaian teleponbergerak per 1.000 orang masih rendah dibanding Malaysia, Singapura dan Thailand.
b.    Berdampak pada ketertinggalan pelaku usaha dalam hal akses kepada datadan informasi pasar.
c.    Informasi masih belum terpusat.
d.   Biaya membuat sistem informasi virtual secarakomprehensif dan terpusat masih mahal.
e.    Perlu melatih konselor bisnis.
f.     Kurang faham akan tersedianya layanankonsultasi.
g.    Perlu pengembangan template standar, misalperencanaan bisnis dan pemasaran bagi UKM.
6.      Akses Permodalan
a.    Data World Bank 2008 menunjukkan bahwa akses pada permodalan masih lebih baik daripada China dan India, namun masih berada di bawah Malaysia, Thailand dan Singapura. Tetapi masalaah utama adalah tingkat suku bunga (Indonesia adalah yang tertinggi di ASEAN), maksudnya tingkat suku bunga yang tinggi bagi UKM.
b.    Bank masih ragu memberikan pinjaman kepada UKM,khususnya untuk pengusaha pemula dan UKM inovatif.
c.    Kewajiban penggunaan jaminan dalam pinjaman.
d.   Lembaga jaminan kredit belum ada atau terbatas.
e.    Pemeringkat kredit dan sistem informasi kredit tidak ada.
f.     Lembaga keuangan non-bank kurang berkembang (seperti venture capital, angel investment, factoring dan leasing).
g.    Sebagian terbesar UKM tergantung pada lembaga keuangan informal.
7.      Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM)
Salah satu faktor hambatan utama bagi sektor UKM dan IKM untuk bersaing dalam era pasar bebas adalah kualitas sumberdaya manusia (SDM) pelaku UKM dan IKM yang secara umum masih rendah.
8.      Teknologi dan Inovasi
a.    Investasi UKM untuk R&D masih rendah sehingga produktivitas dan efisiensinya rendah.
b.    Dana untuk komersialisasi R&D tidak tersediakarena ketidakpastian permintaan, pasar dan cash flow.
c.    Apresiasi dan promosi UKM inovatif belum berkembang luas.
d.   Mahalnya biaya sertifikasi.

Yang jual Bule  Belanda Asli. Kompetitor bagi UKM Indonesian terutama dalam bidang
SDM
Peluang Ekonomi Asean Bagi UKM
AEC memberikan peluang bagi negara-negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan, serta memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Di samping itu, pembentukan AEC juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar intra-ASEAN serta meningkatkan transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan- peraturan dan standardisasi domestik. Beberapa potensi Indonesia untuk merebut persaingan AEC 2015, antara lain:
1.      Globalisasi ekonomi terutama konteks implementasi MEA dapat menciptakan peluang pasar bagi produk UKM. Pasar ASEAN sebesar 600 juta, dengan jumlah kelas menengah yang semakin meningkat. Menurut catatan Asian Development Bank (ADB), kelas-menengah ASEAN berjumlah 24% pada 2010 akan meningkat menjadi  65% pada 2030.
2.      Potensi pengembangan industri nasional dan mendorong Indonesia sebagai production base di kawasan dengan ditopang pasar domestik yang besar, penduduk usia muda/produktif, investasi yang meningkat dan sumber daya alam yang besar.
3.      Perdagangan intra-ASEAN cenderung meningkat, tetapi porsinya masih relatif kecil (25%).
4.      Keunggulan produk KUKM (memiliki keunikan/nilai seni tinggi berbasis kebudayaan lokal, handmade) dan telah memenuhi standar kualitas (Eropa Timur, UEA, & China peluang pasar untuk produk kerajinan).
5.      Dukungan kebijakan pemerintah/lintas terkait  (Hulu: peningkatan daya saing produk (diklat, sertifikasi produk, penguatan branding, dll) dan Hilir : promosi & pemasaran melalui  fasilitasi pameran, temu bisnis, konsolidasi kargo)
6.      Semakin terbukanya peluang kerjasama ekonomi  bilateral, kawasan, regional.
7.      Indonesia merupakan pasar potensial yang memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk yang terbesar kawasan (40% dari total penduduk ASEAN). Hal ini dapat menjadikan Indonesia sebagai Negara ekonomi yang produktif dan dinamis yang dapat memimpin pasar ASEAN di masa depan dengan kesempatan penguasaan pasar dan investasi.
8.      Indonesia merupakan negara tujuan investor ASEAN. Proporsi investasi negara ASEAN di Indonesia mencapai 43% atau hamper tiga kali lebih tinggi dari rata-rata proporsi investasi negara-negara ASEAN di ASEAN yang hanya sebesar 15%.
9.      Indonesia berpeluang menjadi negara pengekspor, dimana nilai ekspor Indonesia ke intra-ASEAN hanya 18-19% sedangkan ke luar ASEAN berkisar 80-82% dari total ekspornya, Hal ini berarti peluang untuk meningkatkan ekspor ke intra-ASEAN masih harus ditingkatkan agar laju peningkatan ekspor ke intra-ASEAN berimbang dengan laju peningkatan impor dari intra-ASEAN.
10.  Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan non-tarif sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di kawasan dengan sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha lainnya untuk memproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari Negara lain. Di sisi lain, para konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Indonesia sebagai salah satu negara besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi di sektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam, berpeluang besar untuk mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam negeri.
11.  Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi terbesar akan memperoleh keunggulan tersendiri, yang disebut dengan bonus demografi. Perbandingan jumlah penduduk produktif Indonesia dengan negara-negara ASEAN lain adalah 38:100, yang artinya bahwa setiap 100 penduduk ASEAN, 38 adalah warga Negara Indonesia. Bonus ini diperkirakan masih bisa dinikmati setidaknya sampai dengan 2035, yang diharapkan dengan jumlah penduduk yang produktif akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan per kapita penduduk 
Indonesia.


Tomago Okomiyagi dengan harga kaki 5 sekelas kantong mahasiswa bisa di dapat dengan harga murah
dan enak tidak perlu ke Resto Jepanng

Penutup
Masyarakat Indonesia, terutama pelaku usaha perlu merubah mind set dalam memandang AEC 2015. AEC bukan sebuah ancaman bagi pelaku usaha melainkan ajang untuk mengevaluasi kinerja usaha sehingga mampu melakukan perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan. Harapannya, baik pemerintah maupun pelaku usaha harus terus menjalin dialog yang berkelanjutan sebagai basis pembuatan kebijakan. Keduanya harus saling membahu demi kemajuan negara, khususnya dalam menyongsong AEC 2015 mendatang.

Keterbukaan integrasi ekonomi ASEAN mengisyaratkan perlunya upaya sinergi, kerjasama dan aktualisasi komitmen yang komprehensif, sehingga UKM dan IKM memperoleh manfaat dengan diberlakukannya MEA 2015. Forum ini perlu dilakukan secara berkesinambungan sebagai langkah untuk mengkonsolidasikan komitmen dan sumberdaya dari Pemerintah (pusat dan daerah) serta stakeholders/pemangku kepentingan sesuai tupoksi dan peraturan perundang-undangan untuk pembangunan UKM yang berdaya saing menuju MEA 2015.

Catatan harianku...alhamdulillah sudah di ijinkan momong membawa anak-anakku jalan aku manfaatkan sebaik mungkin ,sambil belajar dan observasi penelitian bagi UKM pedagang Sunday Morning UGM.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar